Sumenep,RPN-Aktivitas pemotongan hewan di luar Rumah Pemotongan Hewan (RPH) resmi semakin tidak terkendali di Kabupaten Sumenep. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan kualitas dan kehigienisan daging ternak yang beredar di masyarakat, terutama di tengah merebaknya wabah Virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang masih mengancam.
Keberadaan RPH resmi yang mangkrak selama bertahun-tahun membuat standar pemotongan hewan sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 13 Tahun 2013 tentang Spesifikasi Teknis Pemotongan Hewan Ternak terabaikan.

Akibatnya, kesehatan masyarakat menjadi taruhan, dan keberlangsungan indukan produktif sapi lokal terancam karena minimnya pengawasan dalam proses pemotongan hewan.
Beberapa warga mengaku khawatir dengan daging yang dijual di pasar karena tidak ada jaminan kebersihan dan pemeriksaan kesehatan yang memadai.
“Kami tidak tahu apakah daging yang kami beli bebas dari penyakit atau tidak. Kami berharap pemerintah bisa lebih tegas dalam mengawasi aktivitas pemotongan hewan,” ungkap AM, salah satu warga Sumenep pada Ahad (16/02/2025).
Meski begitu, masyarakat mulai mempertanyakan siapa yang harus bertanggung jawab atas kondisi ini, mengingat risiko kesehatan yang semakin besar dan ancaman terhadap populasi sapi lokal yang semakin berkurang.
“Dan hal ini, tentunya akan mengancam terhadap populasi indukan produktif. Siapa yang bisa kontrol setiap hari sapi yang dipotong itu kalau tidak di RPH?, bisa jadi indukan produktif, berpenyakit atau bisa pula oplosan,” terangnya.
Terpisah, warga asli Sumenep lainnya memaparkan, bahwa akibat dari pengawasan dan kontrol akibat salahi aturan (Permentan nomor 13 Tahun 2013 tentang Spesifikasi Teknis Pemotongan Hewan Ternak,red) jumlah kebutuhan daging dan ketersediaan hewan ternak tidak dapat terkontrol dengan baik.
“Sebenarnya di Sumenep ini RPH banyak, tapi kebanyakan pula yang mangkrak, contohnya kayak di Kota dan Lenteng, Ini ada apa? buat apa dibangun dengan anggaran kalau ujung-ujungnya sembarangan,” ujar warga lain dengan Inisial S sambil tersenyum pada Senin (17/02/2025).
Bahkan, desas desus sapi yang berpenyakit untuk dipotong di rumah potong diluar RPH resmi ini berkembang liar dimasyarakat dan kerap menjadi buah bibir. Namun, merekapun (masyarakat,red) kebingungan harus bagaimana menyaksikan fenomena yang cukup mengkhawatirkan ini.
“Pernah sekali kita bersama sejumlah warga lainnya di sini menyaksikan sapi yang angkut menggunakan mobil pick up dalam keadaan sudah dikerumuni lalat yang besar itu mas, dalam posisi terkapar mas,” jelas warga lain, Didi pada Selasa pagi (18/02/2025).
Menanggapi situasi ini, pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Kabupaten Sumenep, melalui Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan, dr Zulfa menyampaikan bahwa dalam hal ini tata kelola ditangani UPT RPH.
“Mohon maaf utk RPH skrg sdh UPTD dan ada kepala UPTD RPHnya. Klo PMK bukan hanya Sumenep, Seluruh Indonesia, Krn ini virus,” terangnya kepada media ini beberapa waktu lalu.
Bahkan, pihaknya mengakui bahwa lemahnya pengawasan disebabkan oleh keterbatasan tenaga pengawas di lapangan.
“Klo se kabupaten lain byk UPTD. Tiap dinas kyknya ada beberapa yg punya UPTD. Mohon maaf mgkn BKPSDM yg bisa menjawab UPTD se kabupaten Sumenep.” Tutupnya.
Akhirnya, media ini mencoba cari tahu Kepala UPT RPH yang disapa Encung. Saat dimintai tanggapannya terkait dengan keadaan RPH di bawah, pihaknya menyampaikan bahwa beberapa RPH resmi masih aktif. Namun, dirinya juga mengakui adanya RPH resmi yang tidak aktif lantaran beberapa hal.
“RPH resmi Lenteng dan Kota yang tidak aktif mas, kalau Manding dan Talango masih beroperasi. Kalau dikota usai di rehab, para jagal ini enggan kembali, Padahal kita sudah sering mensosialisasikannya,” Terangnya.
Disinggung terkait larangan pemerintah terhadap aktivitas pemotongan Hewan diluar RPH resmi (Permentan nomor 13 Tahun 2013 tentang Spesifikasi Teknis Pemotongan Hewan Ternak,red) dirinya mengaku sudah tahu tapi tidak mampu.