Demak,RPN-Tanah hasil kerukan (disposal) dari proyek normalisasi Sungai Jragung, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, diduga dijualbelikan kepada warga. Padahal, sesuai ketentuan, material hasil pengerukan sungai merupakan milik negara dan tidak boleh diperjualbelikan secara bebas.
Kepada wartawan, Edy, selaku Humas PT JET, kontraktor pelaksana proyek normalisasi Sungai Jragung, menegaskan bahwa perusahaan tidak pernah menjual tanah disposal kepada masyarakat.
“Tanah disposal itu tidak diperjualbelikan. Masyarakat boleh mengajukan permohonan penggunaan tanah tersebut, asalkan disertai surat keterangan dari kepala desa. Tapi bukan untuk dijual,” ujar Edy saat dikonfirmasi, Senin (14/10/2025).
Namun, keterangan berbeda disampaikan oleh BR, warga Kecamatan Karangawen. Ia mengaku membeli tanah hasil kerukan sungai tersebut untuk menimbun lahannya.
“Betul, saya beli tanah kerukan Sungai Jragung dengan harga Rp200 ribu per truk untuk urug tanah saya. Rencananya mau pesan lebih banyak, sekitar 500 rit truk, biar tanah saya lebih tinggi dari jalan,” ungkap BR.
Namun niatnya urung dilanjutkan setelah terjadi kecelakaan beruntun di depan lokasi pengurugan.
“Ada motor tabrakan karena jalan licin akibat tanah jatuh di jalan. Saya sampai bayar 10 orang untuk bersihkan jalan. Setelah itu, saya malas beli lagi, karena riskan banyak masalah,” tambahnya.
Hingga berita ini ditulis, pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana Jawa Tengah, selaku instansi yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sungai Jragung, belum dapat dikonfirmasi terkait dugaan jual beli tanah hasil pengerukan tersebut.
Regulasi dan Potensi Pelanggaran
Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Material Hasil Galian Normalisasi Sungai, disebutkan bahwa tanah hasil kerukan merupakan milik negara dan penggunaannya harus mendapat izin tertulis dari BBWS.
Jika terjadi penjualan tanpa izin resmi, maka tindakan tersebut bisa dikategorikan penyalahgunaan aset negara dan berpotensi melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena termasuk perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan memanfaatkan aset negara.
Selain itu, kontraktor pelaksana proyek dapat dikenai sanksi administratif atau pemutusan kontrak kerja apabila terbukti tidak mengawasi pemanfaatan material hasil pengerukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan turunannya.
Akankah PT JET Dikenai Sanksi?
Jika hasil penyelidikan BBWS Pemali Juana maupun aparat penegak hukum menemukan adanya pelanggaran prosedur, PT JET sebagai pelaksana proyek bisa dikenai sanksi sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2020, mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara pekerjaan, denda, hingga blacklist nasional.
Masyarakat berharap BBWS Pemali Juana dan aparat terkait segera melakukan penelusuran dan klarifikasi resmi agar tidak menimbulkan dugaan penyimpangan di lapangan, serta menjamin bahwa setiap kegiatan pembangunan berjalan sesuai aturan dan transparan.(Adhi).